Implementasi Sistem Parkir Berlangganan dengan Realita dan Segala Problemnya di Lapangan


Implementasi Sistem Parkir Berlangganan dengan Realita dan Segala Problemnya di Lapangan

Oleh : Ilma Lailia Yusvida
NIM  :  15230039
Dosen Pengampu : Miftah Sholehudin, M.Hi.
NIP : 19840602201608011018

Pendahuluan
1.1.      Latar Belakang
                   Parkir adalah salah satu masalah yang sering muncul di berbagai daerah dan bahkan hampir seluruh daerah. Masalah tersebut ditimbulkan akibat keresahan warga masyarakat dengan adanya parkir liar yang dirasa dalam penarikan biaya kurang tepat dan cenderung memberatkan.
                  Namun dengan diterapkannya sistem parkir berlangganan, bisa digunakan untuk mengatasi problematika dan memecahkan solusi terhadap permasalahan parkir tersebut. Selain itu, sistem parkir berlangganan yang diterapkan oleh suatu daerah bisa memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal tersebut dikarenakan Indonesia menganut sistem asas desentralisasi yang mana Pemerintahan Pusat sudah menyerahkan wewenang Pemerintahannya pada Pemerintah Daerah[1], sesuai dengan yang didalam UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (BAB I Pasal 1 (b dan c))[2] dan juga dalam UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 5, Pasal 1 ayat 8, BAB IV Kewenangan Daerah pasal 7 ayat 1)[3].
                   Sementara Kebijakan Pemerintah Daerah dalam menyediakan layanan publik khususnya di Bidang Perhubungan terdapat di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom diatur dalam Par. 59. Kewenangan Provinsi di Bidang Perhubungan yang bagian (f) tentang Penyusunan dan penetapan jaringan transportasi jalan provinsi dan dalam bagian (h) tentang perizinan, pelayanan, dan pengendalian kelebihan muatan dan tertib pemanfaatan jalan provinsi.[4]
                      Hal tersebut juga mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Kediri, yaitu PERDA Nomor 25 Tahun 2011 tentang retribusi parkir di tepi jalan umum pada BAB I (KETENTUAN UMUM) Pasal 1 ayat 18 yang berbunyi : sistem pungutan melalui Parkir. Berlangganan adalah Pembayaran atas penggunaan tempat parkir di Tepi Jalan Umum yang dipungut sekaligus 12 (dua belas) bulan. Dan ketentuan lainnya juga terdapat di dalam PERDA Kabupaten Kediri.
                     Dan di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :
            a.  Pajak  Daerah
            b.  Retribusi Daerah
            c.  Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan
            d.  lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
                 Retribusi daerah sebagai salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah yang di dalamnya terdapat Retribusi Pelayanan Parkir tepi jalan umum turut memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah.
                   Pemerintah Kabupaten Kediri telah menerbitkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 25 Tahun 2011 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum yang dijabarkan dalam Petunjuk Pelaksanaan Retribusi Parkir Berlangganan di Kabupaten Kediri.

                   Berdasarkan alasan tersebut meka penulis bermaksud untuk merumuskannya dan menjabarkan dalam artikel yang berjudul “Implikasi Penerapan Sistem Parkir Berlangganan dengan Realita dan Segala Problemnya di Lapangan”.

1.2.      Rumusan Masalah
            1. Apakah yang dimaksud dengan parkir berlangganan ?
            2. Bagaimana implementasi teori dan PERDA Parkir Berlangganan di lapangan ?

1.3.      Batasan Masalah
            Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada masalah yang terjadi di salah satu tempat di Kabupaten Kediri, khususnya di Kecamatan Pare


Kajian Pustaka

2.1.      Pengertian Parkir
               Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya.[5]Setiap pengendara kendaraan bermotor memiliki kecendrungan untuk mencari tempat untuk memarkir kendaraannya sedekat mungkin dengan tempat kegiatan atau aktifitasnya. Sehingga tempat-tempat terjadinya suatu kegiatan misalnya seperti tempat kawasan pariwisata diperlukan areal parkir. Pembangunan sejumlah gedung atau tempat-tempat kegiatan umum seringkali tidak menyediakan areal parkir yang cukup sehingga berakibat penggunaan sebagian lebar badan jalan untuk parkir kendaraan (Warpani, 1990).
               Menurut hemat saya, seharusnya tempat-tempat umum (kecuali fasilitas publik) yang ingin mengadakan suatu kegiatan tertentu haruslah menyediakan tempat parkir bagi pengunjung sehingga tidak akan mmenimbulkan adanya penyalah fugsian atau penyalah gunaan fasilitas parkir yang disediakan oleh pemerintah dengan kepentingan suatu lembaga atau acara tertentu.
            Menurut Pedoman Perencanaan dan Pengoperesian Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 1998 parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara. Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan menurunkan orang atau barang.PP No.43 tahun 1993 menjelaskan definisi parkir adalah suatu keadaan dimana kendaraan tidak bergerak dalam jangka waktu tertentu atau tidak bersifat sementara. Dalam membahas masalah perparkiran, perlu diketahui beberapa istilah penting, yaitu sebagai berikut :
           
            1.Kapasitas Parkir :
              Kapasitas parkir (nyata)/kapasitas yang terpakai dalam satu-satuan waktu atau kapasitas parkir     yang disediakan (parkir kolektif) olehpihak pengelola.
            2.Kapasitas Normal :
            Kapasitas parkir (teoritis) yang dapat digunakan sebagaitempat parkir, yang dinyatakan dalam kendaraan. Kapasitas parkir dalamgedung perkantoran tergantung dalam luas lantai bangunan, maka makinbesar luas lantai bangunan, makin besar pula kapasitas normalnya.
            3.Durasi Parkir :
               Lamanya suatu kendaraan parkir pada suatu lokasi.
            4.Kawasan parkir :
            Kawasan pada suatu areal yang memanfaatkan badan jalansebagai fasilitas dan terdapat pengendalian parkir melalui pintu masuk.
            5.Kebutuhan parkir :
            Jumlah ruang parkir yang dibutuhkan yang besarnyadipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingkat pemilikan kendaraan pribadi,tingkat kesulitan menuju daerah yang bersangkutan, ketersediaan angkutanumum, dan tarif parkir.
            6.Lama Parkir :
            Jumlah rata-rata waktu parkir pada petak parkir yang tersediayang dinyatakan dalam 1/2 jam, 1 jam, 1 hari.
            7.Puncak Parkir :
               Akumulasi parkir rata-rata tertinggi dengan satuan kendaraan.
            8.Jalur sirkulasi :
               Tempat yang digunakan untuk pergerakan kendaraan yangmasuk dan keluar dari fasilitas parkir.
            9.Jalur gang :
               Merupakan jalur dari dua deretan ruang parkir yang berdekatan.
            10.Retribusi parkir :
                Pungutan yang dikenakan pada pemakai kendaraan yangmemarkir kendaraannya di ruang parkir.[6]
                    Menurut pendapat saya, Parkir berlangganan tersebut ditujukan untuk memfasilitasi masyarakat dalam menggunakan fasilitas yang disediakan oleh pemerintahan dan juga bertujuan untuk memberikan retribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah.

                 Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia definisi parkir ialah menghentikan atau menaruhn (kendaraan bermotor) untuk beberapa saat ditempat yang sudah disediakan. Pengertian diatas memilikidefinisi dari penyedia jasa layanan parkir yaitu penyedia tempat untuk menerima penghentian atau penaruhan (kendaraan bermotor) untuk   beberapa saat.(R.Subekti, 1995 : 107).
                       Hampir sama definisi parkir dalam kamus besar bahasa Indonesia dan menurut pendapat ahli. Dengan kata lain, dapat saya simpulkan bahwa parkir adalah keadaan menghentikan kendaraan bermotor untuk waktu tertentu dan dalam keadaan ditinggalkan.
                  Sehingga parkir dapat diartikan sebagai keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya. Secara hukum dilarang untuk parkir di tengah jalan raya, namun parkir di sisi jalan umumnya diperbolehkan. Fasilitas parkir dibangun bersama-sama dengan kebanyakan gedung, untuk memfasilitasi kendaraan pemakai gedung.Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan/atau menurunkan orang dan/atau barang.
                   Menurut pendapat saya, setiap gedung atau bangunan yang menyediakan tempat atau fasilitas untuk parkir harusnya memberikan jaminan dan tanggung jawab terhadap kendaraan yang di parkirkan tersebut. Parkir di dalam gedung tersebut dikelola oleh penyedia tempat atau gedung tersebut.
                 Fasilitas parkir untuk umum di luar badan jalan dapat berupa taman parkir dan/atau gedung parkir. Penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas parkir untuk umum, dilakukan dengan memperhatikan rencana umum tata ruang daerah, keselamatan dan kelancaran lalu lintas, kelestarian lingkungan, dan kemudahan bagi pengguna jasa. Penyelenggaraan fasilitas parkir untuk umum dilakukan oleh pemerintah, badan hukum negara atau warga negara. Penyelenggara fasilitas parkir untuk umum dapat memungut biaya terhadap penggunaan fasilitas yang diusahakan.[7]
                     Menurut pendapat saya, Pemungutan biaya parkir yang dilakukan oleh penyedia    gedung bisa dijadikan sumber pemasukan terhadap gedung tersebut dan secara otomatis perusahaan atau gedung tersebut  juga membayarkan pajaknya kepada Pemerintahan sehingga terjadi suatu hubungan timbal balik atau simbiosis mutualisme antara Pemerintah Daerah dengan Penyedia gedung tersebut.

2.2.      Fasilitas Parkir
            Fasilitas parkir untuk umum di luar badan jalan dapat berupa taman parker dan atau gedung parkir. Di luar badan jalan antara lain pada kawasan-kawasantertentu seperti pusat-pusat perbelanjaan, bisnis maupun perkantoran yang menyediakan fasilitas parkir untuk umum (Pedoman Perencanaan dan Pengoperesian Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 1998).
             Berdasarkan cara penempatannya dan dalam operasional sehari-hari fasilitas parkir terdiri dari:
            1.Fasilitas Parkir Pada Badan Jalan (on street parking)Parkir di badan jalan (on street parking)
               Dilakukan di atas badan jalan dengan menggunakan sebagian badan jalan. Walaupun parkir jenis ini diminati, tetapi akanmenimbulkan kerugian bagi pengguna transportasi yang lain. Hal ini disebabkan karena parkir memanfaatkan badan jalan akan mengurangi lebar manfaat jalan sehingga dapat mengurangi arus lalu lintas dan pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pada fungsi jalan tersebut. Walaupun hanya beberapa kendaraan saja yang parkir di badan jalan tetapi kendaraan tersebut secara efektif telah mengurangi badan jalan. Kendaraan yang parkir di sisi jalan merupakan faktor utama dari 50% kecelakaan yang terjadi ditengah ruas jalan didaerah pertokoan. Hal ini terutama disebabkan karena berkurangnya kebebasan pandangan, kendaraan berhenti dan atau keluar dari tempat parkir di depan kendaraan-kendaraan yang lewat secara mendadak(Ditjen Perhubungan Darat, 1998).
            2.Fasilitas Parkirdi Luar Badan Jalan (off street parking)Parkir di luar badan jalan (off street parking) Yaitu parkir yang lokasi penempatan kendaraannya tidak berada di badan jalan. Parkir jenis ini mengambil tempat di pelataran parkir umum, tempat parkir khusus yang juga terbuka untuk umum dan tempat parkir khusus yang terbatas untuk keperluan sendiri seperti : kantor, pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Sistemnya dapat berupa pelataran/taman parkir dan bangunan bertingkat khusus parkir. Secara ideal lokasi yang dibutuhkan untuk parkir di luar badan jalan (off street parking) harus dibangun tidak terlalu jauh dari tempat yang dituju oleh pemarkir. Jarak parkir terjauh ke tempat tujuan tidak lebih dari 300-400 meter.Bila lebih dari itu pemarkir akan mencari tempat parkir lain sebab keberatan untuk berjalan jauh (Warpani,1990).
                        a. Parkir di tepi jalan (on street parking)
                        b. Parkir di luar jalan (off street perking)
            Fasilitas parkir di luar badan jalan dapat dikelompokkan atas dua bagian,yakni:
            1.Fasilitas untuk umum yaitu tempat parkir berupa gedung parkir atautaman parkir untuk umum yang  diusahakan sebagai kegiatan sendiri.
           2.Fasilitas parkir penunjang yaitu berupa gedung parkir atau taman parker yang disediakan untuk menunjang kegiatan pada bangunan utama(Ditjen Perhubungan Darat, 1998)
.           Menurut hemat saya, Fasilitas Parkir itu berarti tempat atau layanan publik yang disediakan oleh suatu lembaga atau badan demi menunjang kenyamanan masyarakat yang ingin menikmati layanan fasilitas publik tersebut.
Penetapan lokasi parkir dan pembangunan fasilitas parkir untukumum,dilakukan dengan memperhatikan :
            1. rencana umum tata ruang daerah,
            2. keselamatan dan kelancaran lalu lintas,
            3. kelestarian lingkungan,
            4. kemudahan bagi pengguna jasa.
            Keberadaan fasilitas parkir untuk umum berupa gedung parkir atau tamanparkir harus menunjang keselamatan dan kelancaran lalu lintas, sehinggapenetapan lokasi parkir harus dirancang agar tidak meng ganggu kelancaran arus lalu lintas (Pedoman Perencanaan dan Pengoperesian Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 1998)[8]

2.3.      Pengertian Parkir Berlangganan
            Sistem pungutan melalui Parkir Berlangganan adalah pembayaran atas penggunaan tempat perkir di tepi jalan umum yang dipungut sekaligus 12 (dua belas) bulan.[9]
Sumber-sumber Informasi tentang Parkir Berlangganan juga bisa di lihat di dalam PERDA kabupaten Kediri No 25 Tahun 2011 sebagai berikut :
         Di dalam BAB II tentang Ketentuan Perparkiran Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa : “sistem pelayanan perparkiran di tepi jalan umum terdiri dari sistem parkir   berlangganan dan sisitem parkir non berlangganan”[10]
            Di dalam BAB VII tentang Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa : “Struktur dan besarnya Tarif Retribusi Parkir Berlangganan selama satu tahun ditetapkan sebagai berikut” :
            (a) Kendaraan roda 4 (empat) atau lebih sebesar Rp 20.000,- ;
            (b) Sepeda motor sebesar Rp 10.000,-.[11]
            Di dalam BAB VII tentang Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 11 ayat (4) disebutkan bahwa : “Tata  cara dan pengaturan sistem Parkir Berlangganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah”[12]
             Di dalam BAB VII tentang Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 12 disebutkan bahwa : “Bagi yang telah membayar retribusi Parkir Berlangganan tidak dipungut retribusi parkir di tepi jalan umum”[13]
               Di dalam BAB VIII tentang Wilayah Pemungutan Pasal 13 disebutkan bahwa : “Retribusi parkir di pungut di wilayah daerah”[14]
             Di dalam  BAB IX tentang Masa Retribusi Dan Saat Retribusi Tertuang Pasal 15 disebutkan bahwa: “Masa Retribusi Parkir Berlangganan adalah suatu jangka waktu     yang lamanya 1 (satu) tahun”[15]
             Menurut saya, jika dilihat dari beberapa pasal yang terdapat di dalam UU LLAJ, maka dapat saya simpulkan bahwa mengenai masalah parkir berlangganan dapat ditekankan pada BAB VII pasal 12.

2.4.      Penitipan Kendaraan Bermotor
                   Dalam kasus ini apabila seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannnya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya dapat dilihat menurut Pasal 1694 KUHPerdata.
                   Menurut isiPasal 1694 KUH Perdata, penitipan adalah suatu perjanjian “riil” yang   berarti bahwa ia baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang nyata, yaitu diserahkannya barang yang dititipkan. Jadi bentuk dari jasaparkir ini tidak seperti perjanjian-perjanian lainnya yang pada umumnya bersifat konsensualyaitu sudah dilahirkan pada saat tercapainya sepakat tentang hal-hal yang pokok dari perjanjian itu.[16]

                        Jadi dapat disimpulkan bahwa, parkir berlangganan, parkir non berlangganan dan penitipan kendaraan bermotor ini bisa dikatakan sama. Yang membedakannya hanyalah, parkir dikelola oleh suatu lembaga atau instansi tertentu yang menyediakan fasilitas parkir untuk memberikan pelayanan keamanan bagi warga masyarakat yang mengunjungi tempatnya. Sedangkan penitipan kendaraan bermotor, biasanya dikelola oleh individu atau beberapa orang yang saling bekerja sama dan mengadakan kegiatan penitipan kendaraan bermotor pada saat event-event tertentu guna memberikan jaminan pelayanan keamanan.
                    Sedangkan parkir berlangganan adalah salah satu retribusi yang harus dibayarkan kepada Pemerintahan daerah karena telah menggunakan fasilitas publik yang pengelolaannya sekaligus pengaturannya diatur oleh PERDA.

                        Dalam masalah pemberian upah kerja dan lain-lain diatur dalam perjanjian antara pihak DISHUB dengan calon Juru Parkir/JUKIR. Terlampir dalam Kontrak Kerja Waktu Tertentu dalam lembaran perjanjian Pemerintah Kabupaten Kediri DINAS PERHUBUNGAN KEDIRI. Dalam perjanjian tersebut terdapat pihak pertama sebagai perwakilan Pegawai Pemerintah atau pihak DISHUB dan pihak kedua sebagai calon pegawai atau JUKIR.
                        Dalam perihal larangan JUKIR mengambil uang pada orang-orang yang telah melakukan parkir berlangganan atau melakukan pungutan liar diatur dalam kontrak sub. Masa Berlaku Dan Berakhir Kontrak kerja dalam pasal 2 ayat 4 yang berbunyi : Pihak PERTAMA dapat membatalkan atau mencabut Kontrak Kerja Waktu Tertentu ini apabila PIHAK KEDUA (diatur pada poin ke f) yang berbunyi : Melakukan penyelewengan keuangan untuk kepentingan diri sendiri yang berakibat kerugian pada Pemerintah Kabupaten Kediri.
                         Untuk bagian pengupahan JUKIR diatur dalam sub. Honorarium/upah dalam pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa : “Untuk pekerjaan yang telah diberikan sesuai dengan Kontrak Kerja ini, PIHAK PERTAMA memberikan honorarium/upah sebesar Rp.375.000.00 kepada PIHAK KEDUA” dan dalam ayat 2 disebutkan bahwa : “Pembayaran/upah sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, diberikan setiap awal bulan berikutnya setelah PIHAK KEDUA melaksanakan pekerjaan. ”[17]

                        Dengan kata lain, apabila seseorang telah membayar parkir berlangganan maka tidak berhak dipungut biaya untuk parkir di tepi jalan, kecuali jika orang tersebut berada di luar wilayah parkir berlangganan yang telah ditentukan oleh biaya yang telah dibayarkan. Jika orang yang telah membayar parkir berlangganan di pungut biaya oleh Juru Parkir, maka orang tersebut berhak melaporkan Juru Parkir tersebut kepada pihak yang bersangkutan yaitu pada Dinas Perhubungan daerah setempat dan untuk kemudian di tindak lanjuti.

·         Kajian Teori

                        Selain dari aspek yuridis, disini bisa dilihat pula pada aspek sosiologi atau dalam    hukum dikenal dengan istilah sosiologi hukum. Dari sekian banyak pakar sosiologi hukum, penulis akan mengambil dua diantaranya yaitu pandangan sosiologi hukum sekaligus teori yang dihasilkan oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH., MA dan Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH.
                        Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH., MA mengemukakan bahwa : sosiologi hukum   adalah meneliti mengapa manusia patuh pada hukum dan mengapa dia gagal untuk             mentaati hukum serta faktor sosial yang mempengaruhinya.[18]Dan dihasilhan factor-faktor      yang mempengaruhi ke-efektivitasan hukum tersebut. Teori efektivitas hukum menurut     Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5             (lima) faktor, yaitu :
  1.       Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).
  2.       Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
  3.       Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
  4.       Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
  5.      Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.[19]
            Jika dilihat dari sudut pandang lain, maka dapat dikatakan bahwa ketika memasuki situasi transisi dan perubahan yang sangat cepat saat ini, hukum Indonesia ternyata memiliki banyak catatan untuk dikaji.Salah satunya yang dapat dipaparkan pada paparan ini, yaitu pandangan seorang yang dapat disebut pakar yang selama ini senantiasa melihat hukum melalui cara pandang berbeda.
            Sedangkan kasus tersebut jika dilihat melalui kacamata teori Satjipto Rahardjo bisa diambil teorinya yang berbunyi :
Hukum itu bukan hanya bangunan peraturan, melainkan juga bangunan ide, kultur, dan cita-cita”.
            Hal tersebut bisa diartikan bahwa hukum yang berkembang mencerminkan dari bangunan, ide, kultur, dan cita-cita rakyat Indonesia.

·         Teori Pembuatan Keputusan

            Para ilmuwan sosial politik mengembangkan berbagai model, teori, konsep serta skema untuk menganalisis pembuatan keputusan dalam rangka pembuatan kebijakan politik. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Turner dan David Hulme bahwa : policy is also about decisions-series of decisions in fact and decisions are about power. Dapat dikatakan bahwa kajian kebijakan publik berhubungan dengan pembuatan keputusan yang menggunakan tiga teori, yaitu :
1.  Teori  Rasional Komprehensif
            Karakter utamanya adalah melibatkan pilihan yang beralasan tentang keinginan untuk mengadopsi seperangkat tindakan yang berbeda untuk memecahkan masalah publik.
2.  The Incremental Theory
            Menurut Lindblom dan Dye ada sejumlah hal yang perlu mendapat perhatian dalam mendalami teori incremental :
          
a.  Pemilihan tujan atau sasaran dan analisis empiris dari tindakan yang diperlukan untuk mencapainya lebih bersifat saling berkorelasi daripada saling terpisah-pisah
b.  Para pembuat keputusan hanya mempertimbangkan berbagai macam alternatif yang berhubungan dengan permasalahannya, dan kemudian alternatif tersebut bersifat “menambal” dari kebijakan yang sudah ada.
 c.  Untuk setiap alternatif, hanya konsekuensi yang urgent saja yang akan dievaluasi
 d.  Para pembuat keputusan secara berkesinambungan melakukan terdefinisi terhadap  masalah yang tengah dihadapi
e.  Tidak ada keputusan tunggal yang menjadi solusi atas sebuah masalah yang terdefinisi.
   Oleh karenanya, pengujian terhadap keputusan menjadi langkah yang harus dilaksanakan secara kontinu.
 f.  Pembuatan keputusan incremental pada hakikatnya merupakan perbaikan untuk untuk lebih menyesuaikan dengan perkembangan termutakhir dari permasalahan dan diarahkan untuk (remidial) tidak menyempurna kan social yang tengah terjadi pada situasi yang aktual ketimbang mempromosikan peningkatan tujuan sosial di masa mendatang.

3.  Mixed Scanning Theory
            Teori ini dikemukakan oleh Amitai Etzioni. Teori ini mempertimbangkan    fundamentalism pengambilan keputusan sebagaimana yang tertuang dalam teori rasional komprehensif dan pada saat yang bersamaan menggunakan pula teori incremental untuk menghasilkan keputusan yang lebih optimal.[20]

2.5.      Retribusi daerah dan karakteristiknya
                 Selain pajak, pemerintah dapat melakukan pungutan lain yaitu retribusi. Pembeda yang nyata dari pajak dan retribusi adalah bahwa dalam pajak tidak dikenal prestasi langsung dari Negara sebagai kontraprestasi atas pembayaran pajak. Sedangkan dalamre tribusi Negara melakukan prestasi langsung kepada pembayar retribusi. Kontraprestasi dari Negara atas retribusi dapat berupa jasa atau izin tertentu. Jenis jasa yang menurut pertimbangan sosial-ekonomi layak dijadikan sebagai objek Retribusi. Tetapi menurut UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak dan retribusi daerah, jenis jasa yang tidak dapat dikenakan retribusi adalah jenis jasa urusan umum pemerintahan.
            Pungutan retribusi juga didasarkan pada peraturan perundang undangan dan dapat pula    dipaksakan pelaksanaannya.
           
            Sementara itu devisi yuridis retribusi daerah menurut ketentuan Pasal 1 UU No.28 Tahun 2009, yaitu :
            “retribusi daerah,yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai          pembayaran atas jasa atau pemberisn izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.
           
            Berdasarkan hal tersebut, maka karateristik retribusi :
            A. Titik retribusi dipungut berdasarkan peraturan perundang undangan.
            B. Pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
            C. Adanya prestasi langsung dari Negara, kepada individu pembayar retribusi berupa jasa.
          D. Uang hasil retribusi digunakan bagi pelayanan umum berkait dengan retribusi yang                        bersangkutan
            E. Pelaksanaannya dapat dipaksakan, biasanya bersifat ekonomis.[21]

2.6.      Komitmen Kebijakan Pemerintah
                        Secara konseptual, komitmen diartikan sebagai janji dan oleh karena itu bermakna suatu kesepakatan kehendak. Hal itu didasarkan pada alasan bahwa suatu janji yang diikrarkan pada dasarnya dilakukan atas kata sepakat apa yang diinginkan. Apa yang diinginkan itu adalah kehendak yang akan diwujudkan, kehendak karena adanya nilai yang melatarbelakangi dan bisa mungkin karena masalah yang akan dipecahkan atau yang akan diatasi sehingga tidak terjadi ketidaktertiban, tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
                        Suatu perjanjian secara normatif dipersyaratkan adanya beberapa hal yang harus dipenuhi, yaitu setidaknya :
            1.  ada pihak  yang  melakukan
            2.  ada yang diperjanjikan
            3.  yang diperjanjikan adalah untuk tujuan tertentu
                        Teori pemerintahan yang baik diterminologikan sebagai “good government” adalah pemerintahan yang bersih (clean government) dan yang terkelola dengan baik. [22]

2.7.      Jenis audit sektor publik
                        Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 dan SPKN, terdapat tiga jenis audit keuangan           Negara, yaitu audit keuangan, audit kinerja, dan audit dengan tujuan tertentu. Diantaranya adalah :
            a.  Audit Keuangan
                 audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai.
            b.  audit kinerja
audit yang dilakukan secara  objektif dan sistematis terhadap berbagaimacam bukti untuk menilaikinerja entitas yang diaudit dalam hal ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja dan entinitas yang diaudit dan meningkatkan akuntanilitas public.
            c.  audit dengan tujuan tertentu
          audit khusus, di luar audit keuangan dan audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan atas hal yang diaudit.[23]
         
          Dari hal tersebut dapat saya simpulkan bahwa segala bentuk jenis retribusi Negara dikelola dengan 3 jenis tadi.

2.8.      Studi Problem Sosial : Pendekatan Sosiologis
            Menurut Emile Durkheim persoalannya adalah bagaimana cara menjaga agar tingkat          penyimpangan itu berada dalam skala yang tidak sampai mengancam ketertiban sosial.[24]


Metpen
3.1.      Pradigma Penelitian
                        Pradigma penelitian kualitatif yang bersumber dari asumsi dan dirumuskan dalam bentuk aksioma-aksioma. Guna mempertajam isi yang terkandung dalam aksioma-aksioma penelitian kualitatif, aksioma-aksioma tersebut dikaitkan perbedaannya dengan dengan aksioma penelitian ilmiah. Aksioma tersebut telah dibahas dari segi hakikat     kenyataan, hubungan pencari tahu dengan yang tahu, kemungkinan generalisasi,    kemungkinan hubungan sebab akibat, dan peranan nilai.
                        Beberapa segi teori diungkapkan sebagai pokok yang kedua dan diawali dengan usaha menjelaskan pengertian dan fungsi teori. Karena penelitian kualitatif berakar dari data, maka pengertian teorinya tidak lari dari pada aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenpmena ilmiah. Fungsi teori adalah untuk menjelaskan dan meramalkan perilaku, menemukan teori lainya, digunakan untuk aplikasi praktis, memberikan perspekif bagi usaha penjaringan data, membimbing   dan menyajikan gaya penelitian. Teori itu dapat diformulasikan secara discriptif maupun        secara proporsional. Teori dibedakan atas teori substansif dan teori formal. Teori substansif disusun untuk keperluan empiris sedangkan teori formal untuk pengembangan secara konseptual yang berbeda dalam taraf abstraksinya, dan teori substansif harus terlebih dahulu disusun. [25]
                        Jenis penelitian ini menggunakan 5 jenis pengambilan datanya diantaranya adalah:
            1.  Observasi
            2.  Analisa Percakapan
            3.  Analisa Wacana
            4.  Analisa Isi
            5.  Pengambilan data
Di sini menggunakan pradigma pospositivisme atau wawancara 
3.2.      Jenis Penelitian
             Penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian dasar atau penelitian murni, yaitu     pencarian terhadap sesuatu karena ada perhatian dan ketidak tahuan terhadap hasil suatu aktivitas. Penlitian dasar adalah pengetahuan umum dan pengertian-pengertian tentang alam serta hukum-hukumnya. Pengetahuan umum ini merupakan alat untuk memecahkan    masalah-masalah, walaupun pada akhirnya tidak memberikan jawaban yang menyeluruh     pada permasalahan tersebut.[26]
            Untuk pengumpulan datanya jenis dasar datanya penelitian kualitatif dalam bentuk nilai atau data yang relatif atau bersifat sementara.
Di sini jenis penelitian yang digunakan adalah jenis peneliian fenomenologis
3.3.      Metodologi Penelitian
                        Penelitian ini menggunakan metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif            karena pendekatan kualitatif pada hakekatnya untuk mengamati orang dalam lingkungan hidupnya berinteraksi dengan sekitarnya dalam situasi yang berbeda, tujuan berbeda, dan dari perspektif yang berbeda pula [27]Serta metode dalam proposal penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif. Dimana metode ini menerangkan bahwa suatu metode yang digunakan untuk meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu istem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.[28]
3.4.      Metode Pengumpulan data
                        Dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik             wawancara yakni, dengan memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si responden dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya lalu jawaban dari responden dianalisa dan ditarik kesimpulan sesuai dengan apa yang telah didapatnya.[29] Wawancara adalah proses mencari data kualitatif baik itu terstruktur maupun tidak.
3.5.      Analisis
                        Analisis data yang digunakan adalah analisis data model interaktif Miles dan Huberman yang melalui tiga tahapan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan  kesimpulan.[30]
                        Data kualitatif amat bersifat subjektif, karena penelitian yang menggunakan data kualitatif sesungguhnya harus nerusaha sedapat mungkin untuk menghindari sikap subjektif yang dapat mengaburkan objektivitas data penelitian.[31]

Paparan dan Analisis data

Paparan :
                        Setelah melakukan wawancara singkat kepada beberapa pihak yang terkait dengan tugas dan penelitian ini, maka didapatkan data yang begitu beragam dan bervariasi mengenai parkir berlangganan khususnya di tempat peneliti melakukan penelitan yaitu di daerah Pare (Kabupaten Kediri). Data tersebut tidak serta merta diberikan oleh narasumber kepa da peneliti karena beberapa narasumber yang terkait agak ketakutan untuk meberikan keterangan karena merasa terancam posisinya jika dia memberikan keterangan yang selengkap-lengkapnya. Tetapi peneliti menjamin keamanan data yang peneliti peroleh menjadi rahasia antara peneliti dan narasumber tersebut.
Dari data yang telah dikumpulkan melalui wawancara kepada beberapa pihak, maka bisa di tarik  kesimpulan sebagai berikut, berdasarkan pengelompokan antara Pelanggan Parkir Berangganan, JUKIR dan pihak DISHUB :
     
v  Pelanggan parkir berlangganan :
1. Kebanyakan orang tidak mengetahui fungsi parkir berlangganan dikarenakan orang-orang tersebut banyak yang mengabaikan penjelasan petugas saat penyuluhan tentang parkir berlangganan yang telah dilakukan
2. Banyak orang yang tidak mengetahui jika dia sudah membayar retribusi parkir berlangganan maka dia tidak perlu membayarkan uang kepada JUKIR untuk biaya parkirnya
3. Permasalahan terbesarnya adalah kebanyakan objek parkir terutama yang wanita, merasa kasihan kepada JUKIR yang sedang bertugas dan mereka memberikan uang secara sadar maupun tidak kepada JUKIR yang sedang bertugas, sehingga itu menjadi sebuah kebiasaan dan menimbulkan suatu pengharapan kepada JUKIR yang telah diberi uaang tersebut.
4. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa dia berada di kawasan parkir berlangganan, dan kawasan penitipan kendaraan bermotor sehingga banyak yang protes kepada pihak DISHUB yang disebabkan ketidak tahuannya tersebut.

v  JUKIR/Juru Parkir
1. Mereka merasa kalau gaji yang diberikan oleh JUKIR itu kecil dibandingkan dengan
    tuntutan dan kebutuhan hidup rumah tangganya, sehingga terkadang mereka mendesak
    dalam artian terus mengejar dan mendampingi objek parkir dengan harapan bisa diberi
    uang parkir walau kelihatannya dia tidak memintanya secara langsung.
2. Mereka sebenarnya tidak ada niatan meminta kepada objek parkir, tetapi karena mere-
     ka merasa diberi atas jasanya, akhirnya menimbulkan suatu pengharapan kepada me-
     reka untuk bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari objek parkir.

JUKIR
AWAL BEKERJA
GAJI
PENEMPATAN
JUKIR   1
1997
Tidak mau menyebutkan
Tempat tetap dari awal
JUKIR   2
1997
Tidak mau menyebutkan
Tempat tetap dari awal
JUKIR   3
1981
Tidak mau menyebutkan
Tempat tetap dari awal

            Dari data tersebut bisa diuraikan sebagai berikut :
            1. Menurut JUKIR 1 yang mulai bekerja pada tahun 1997 menolak memberikan keterangan berapa gaji yang dia peroleh selama menjabat menjadi JUKIR. Beliau hanya diam saat ditanya.  Namun JUKIR 1 tersebut yang sejak awal di tempatkan di daerah tersebut merasa senang dan tidak mengeluh terhadap konrak kerja yang telah disepakati oleh dirinya dan pihak DISHUB.




2. Menurut JUKIR 2 yang  juga mulai bekerja pada tahun 1997 menyatakan bahwa gaji yang dia peroleh selalu lancar dan tidak ada kendala apapun selama dia menjabat sebagai JUKIR. JUKIR 2 merasa lebih senang setelah beliau bekerja sama dengan DISHUB karena, sebelum dia bekrjasama dengan DISHUB, dia masih sering dipindah tugas kan oleh atasannya.


3. Di temui di tempat yang berbeda, JUKIR 3 yang lebih lama bekerja pada DISHUB yaitu sejak tahun 1981 juga hanya menyatakan bahwa gaji yang dia terima selama ini berjalan lancar. Dan beliau dari awal juga menyatakan bahwa sejak tahun 1981 beliau sudah menempati tempat kerjanya tersebut. Dari beliau juga diperoleh keterangan bahwa di setiap tempat atau kawasan parkir berlangganan diberlakukan shift penjagaan atau tukar waktu dengan JUKIR yang lain.


v  DISHUB/Dinas Perhubungan
1. Telah dilakukan pembekalan kepada juru parkir yang akan melakukan dan menandata-
    ngani kontrak kerja dengan Dinas Perhubungan tentang apa saja Hak-Hak yang akan
    dia peroleh saat melakukan kerja sama tersebut dan juga menjelaskan kewajiban-kewa
    jiban apa saja yang harus dia lakukan selama kontrak kerja berlaku.
2. Jika juru parkir ingin memperpanjang kontrak kerja tersebut, maka juru parkir harus sa-
    nggup memenuhi persyaratan yang ada dengan kata lain, juru parkir tidak melakukan
     pelanggaran pada perjanjian kontrak kerja yang pertama.
3. Dinas Perhubungan selaku pihak penyelenggara parkir berlangganan telah memberikan
     Penyuluhan dan sosialisasi secara berkara kepada masyarakat umum atau yang biasa-
     nya menjadi objek perkir.
4. Petugas Dinas Perhubungan sudah berupaya memasang marka di tepi jalan dan membe-
    rikan rambu-rambu dan batasan serta garis tepi untuk menandai kawasan bebas parkir
    atau yang biasanya disebut dengan parkir berlangganan
5. Dinas perubungan sudah menghimbau kepada masyarakat atau objek parkir untuk tidak
    memberikan uang sepeser pun kepada Juru parkir yang sedang bertugas, karena mereka
    sudah mendaptkan gaji resmi dari pemerintah setiap bulannya.
6. Dinas Perhubungan yang bekerja sama dengan pihak kepolisian melakukan penyelidik-
    an dan pemeriksaan secara berkala serta inspeksi mendadak pada tempat-tempat yang
    sudah ditetapkan sebagai wilayah parkir berlangganan guna mengamati dan memantau
    kinerja juru parkir dan juga melihat secara langsung diterapkannya sistem parkir berl-
    langganan di lapangan.
7. Jika terdapat laporan bahwa juru parkir melakukan kecurangan di lapangan, pihak Di
    nas perhubungan dan kepolisian yang bekerja sama memberikan peringatan dan him
    bauan kepada Juru parkir tersebut. Jika juru parkir masih melakukan kesalahan yang
    sama, maka pihak Dinas Perhubungan berhak melakukan pemutusan kontrak kerja
    berdasarkan yang telah disepakati bersama.
8. Setiap objek parkir atau masyarakat berhak menolak jika ada Juru Parkir yang memin
    ta upah atau menarik bayaran atas jasanya.
9. Wilayah parkir berlangganan ditentukan oleh tiap daerahnya masing-masing. Dan jika
    ada plat nomor diluar wilayah tersebut (misal kendaraan ber plat nomor kota), maka ti
    dak termasuk dalam parkir berlangganan dan dikenai parkir reguler yang dikenai biaya
    sebagai mana mestinya dan dibayarkan kepada juru parkir.
10. Kawasan parkir berlangganan dengan kawasan penitipan kendaraan bermotor itu ber-
       beda dan tidak bisa dianggap sama. 



Foto larangan memberi kepada Jukir





Foto sosialisasi kepada JUKIR dari pihak Kepolisian dan Perhubungan

Foto Ketentuan Parkir yang dipasang


Tarif parkir berlangganan











Analisis data
            Dari paparan kajian pustaka dan hail wawancara yang telah diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa :
              Untuk bisa membedakan apa itu parkir berlangganan dan parkir regular bisa dilihat pada bagian kajian pustaka di atas.
           Bagi masyarakat yang sudah membayarkan jasa perkir berlangganan, maka tidak perlu membayarkan uang sepeser pun kepada jukir, hal tersebut terdapat pada BAB VII tentang Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 12 disebutkan bahwa : “Bagi yang telah membayar retribusi Parkir Berlangganan tidak dipungut retribusi parkir di tepi jalan umum.
        Dalam kajian pustaka yang lain penulis juga membahas tentang retribusi daerah dan karakteristiknya yang lebih mendasarkan pada penjelasan perbedaan pajak dengan retribusi dan lebih menjelaskan karakteristik apa saja yang harus dimiliki sehingga bisa disebut dengan retribusi.
        Dalam kajian pustaka penulis juga membahasa tentang komitmen kebijakan pemerintah. Hal tersebut untuk mengetahui bagaimana pemerintah melakukan komitmen sehingga menghasilkan suatu kebijakan yang akan membuat pemerintahan menjadi pemerintahan yang baik.
        Pada kajian pustaka selanjutnya, penulis juga membahas soal jenis audit sektor publik. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui audit apa saja yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan kebijakan publiknya.
       Pada kajian pustaka yang terakhir penulis juga membahas tentang studi problem     sosial secara fundamental yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana penyimpangan   sosial itu tidak berdampak besar pada pemerintahan.

PENUTUP
Kesimpulan
            Pada artikel ini dapat ditarik kesimpulan dari semua pembahasannya adalah bahwa parkir berlangganan termasuk pada retribusi daerah dan masyarakat yang sudah membayarkan parkir berlangganan seharusnya tidak boleh dimintai uang parkir oleh JUKIR sesuai dengan UU DISHUB Bab VII diatas. Yang pada kenyataannya hal tersebut sulit dialksanakan praktiknya di dalam masyarakat.

Saran
            Saran penulis adalah supaya pemerintah melakukan kontroling secara berkala atau pun melakukan sidak dan mendatangi tempat-tempat parkir berlangganan dan mengamati serta mengawal proses parkir yang dilakukan oleh JUKIR terhadap masyarakat. Jika JUKIR melakukan kecurangan maka harus ditindak lanjuti. Selain itu penulis juga menyarankan kepada pemerintah supaya menaikkan gaji JUKIR sesuai dengan lamanya bekerja dan juga kualitas kerjanya, dan juga untuk masyarakat yang sudah merasa membayarkan parkir berlangganan untuk tidak mengikuti instruksi dari JUKIR yang berniat untuk meminta uang dan hilangkan empati yang berlebihan pada JUKIR jika anda tidak mau merasa dirugikan.

Daftar Pustaka

Bagir manan, menyongsong fajar otonom daerah,  PSH fakultas Hukum UII Yogyakarta, Yogyakarta, 2005
Burhan Bugin, metodologi penelitian sosial dan ekonomi, Jakarta, Keencana Prenada Media Group, 2013
Emzir, Analisis Data, Jakarta, Rajawali Press, 2010
Farid Ali dan Andi syamsu alam, Studi Kebijakan Pemerintah, Bandung, Refika Aditama, 2012
I gusti agung rai, Audit kinerja pada sektor publik, Jakarta, Salemba empat, 2008
Imam Soebechi, Judicial Review, Jakarta Timur, sinar grafika, 2012
Ismail nawawi, public policy, Surabaya, itspress, 2009
Kansil, pemerintahan daerah di Indonesia, sinar grafika, Jakarta, 2004,
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006
Moh. Nazir,  Metode Penelitian, Bogor,  Ghalia Indonesia, 2005
Perda Kabupaten Kediri No. 25 Tahun 2011 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
Rully Indrawan, Poppy Yaniawati, Metodologi Penelitian, Bandung,  Rafika Aditama, 2014
Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, Malang, Refika Aditama, 2013
Surat Perjanjian DISHUB dan JUKIR Pemerintah Kabupaten Kediri
Wayne Parsons, Public Policy pengantar teori dan praktik analisis kebijakan , Jakarta, Kencana, 2011,








[1] Bagir manan, menyongsong fajar otonom daerah,  PSH fakultas Hukum UII Yogyakarta, Yogyakarta, 2005, hlm 9
[2] Unsrat, “Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok pemeritahan di daerah”diakses dari http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_5_1974.htm, diakses pada tanggal21 November 2016, diakses pada pukul 22:35
[3] Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, “UU nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah”diakses dari http://www.djpk.depkeu.go.id/?p=339, diakses pada tanggal 21 November 2016, diakses pada pukul 22:58
[4]Kansil, pemerintahan daerah di Indonesia, sinar grafika, Jakarta, 2004, hlm 154
[5] Perda Kabupaten Kediri No. 25 Tahun 2011 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
[6]https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1004105060-3-BAB%20II.pdf, diakses pada tanggal 21 november 2016, pukul 21:00
[7]Tinjauan Pustaka, “Pengertian Parkir” diakses dari http://digilib.unila.ac.id/9258/2/bab%202.pdf, diakses pada tanggal 21 november 2016, diakses pukul 21:45
[8]https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1004105060-3-BAB%20II.pdf, diakses pada tanggal 21 november 2016, diakses pukul 21:59
[9] Perda Kabupaten Kediri No. 25 Tahun 2011 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
[10] Perda Kabupaten Kediri No. 25 Tahun 2011 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
[11] Perda Kabupaten Kediri No. 25 Tahun 2011 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
[12] Perda Kabupaten Kediri No. 25 Tahun 2011 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
[13] Perda Kabupaten Kediri No. 25 Tahun 2011 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
[14] Perda Kabupaten Kediri No. 25 Tahun 2011 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
[15] Perda Kabupaten Kediri No. 25 Tahun 2011 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
[16] KUHPerdata
[17] Surat Perjanjian DISHUB dan JUKIR Pemerintah Kabupaten Kediri
[18] Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, Malang, Refika Aditama, 2013, hlm. 14
[19]Detik Hukum,  “Teori Efektivitas Hukum Menurut Soerjono Soekanto”,  diakses dari https://detikhukum.wordpress.com/2015/09/29/teori-efektivitas-hukum-menurut-soerjono-soekanto/, pada tanggal 29 Oktober 2016
[20] Ismail nawawi, public policy, Surabaya, itspress, 2009, hlm 33-37
[21] Imam Soebechi, Judicial Review, Jakarta Timur, sinar grafika, 2012, hlm 125-127
[22] Farid Ali dan Andi syamsu alam, Studi Kebijakan Pemerintah, Bandung, Refika Aditama, 2012, hlm 59-60
[23] I gusti agung rai, Audit kinerja pada sektor publik, Jakarta, Salemba empat, 2008, hlm 31
[24] Wayne Parsons, Public Policy pengantar teori dan praktik analisis kebijakan , Jakarta, Kencana, 2011, hlm 97
[25]Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006, hlm 89
[26] Moh. Nazir,  Metode Penelitian, Bogor,  Ghalia Indonesia, 2005,  hlm. 24
[27] Rully Indrawan, Poppy Yaniawati, Metodologi Penelitian, Bandung,  Rafika Aditama, 2014, hlm. 69
[28] Moh. Nazir,  Metode Penelitian, Bogor, Ghalia Indonesia, 2014, hlm. 43
[29] Moh. Nazir,  Metode Penelitian, Bogor, Ghalia Indonesia, 2014, hlm. 170
[30] Emzir, Analisis Data, Jakarta, Rajawali Press, 2010, hlm. 129-135
[31] Burhan Bugin, metodologi penelitian sosial dan ekonomi, Jakarta, Keencana Prenada Media Group, 2013, hlm 124
Rabu, 21 Desember 2016
Posted by Unknown

Popular Post

Blogger templates

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Kontemporer -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by : Ilma L Yusvida -